Biokimia diawali dengan studi zat yang diambil dari tanaman dan hewan. Pada sekitar tahun 1800 banyak zat demikian diketahui, dan kimia
baru mulai membantu fisiologi dalam memahami fungsi biologis. Sifat
prinsip kategori kimia makanan – protein, lemak dan karbohidrat – mulai
dipelajari pada paruh pertama abad 19. Pada akhir abad ini, peran enzim
sebagai katalis organik ditemukan, dan asam amino dinilai sebagai
penyusun protein. Kimiawan cerdas dari Jerman, Emil Fischer menemukan
sifat dan struktur dari banyak karbohidrat dan protein. Pengumuman
ditemukannya vitamin tahun 1912 secara independen oleh biokimiawan
Amerika kelahiran Polandia, Casimir Funk, dan biokimiawan Inggris,
Frederick Hopkins, memulai revolusi biokimia dan nutrisi manusia. Secara
bertahap, detail dari metabolisme perantara – cara dimana tubuh
menggunakan zat nutrisi untuk energi, pertumbuhan dan perbaikan jaringan
– dijelajahi. Mungkin contoh yang paling mengesankan adalah karya
biokimiawan Inggris kelahiran Jerman, Hans Krebs, yang menemukan siklus
asam trikarboksilat atau siklus Krebs, tahun 1930an.
Namun
penemuan biokimia abad ke-20 yang paling dramatis adalah pengungkapan
struktur DNA (asam deoksiribo nukleat) oleh genetikawan Amerika, James
Watson, dan biofisikawan Inggris, Francis Crick tahun 1953. Pengetahuan
baru mengenai molekul heliks ganda yang memuat sandi genetik memberi
mata rantai dasar bagi kimia dan biologi, sebuah jembatan yang terus
dipadati lalu lintas pengetahuan. Huruf-huruf individual yang menyusun
sandi – empat nukleotida bernama adenin, guanin, sitosin dan timin –
ditemukan satu abad lalu, namun hanya pada mendekati abad ke-20 bisa
diungkapkan urutan huruf ini ada pada gen yang menyusun DNA secara
tepat. Bulan Juni 2000, wakil dari Proyek Genom Manusia yang didanai
pemerintah Amerika Serikat dan Celera Genomics, sebuah perusahaan swasta
di Rockville, Md., secara serentak mengumumkan pemecahan sandi yang
hampir lengkap secara independen atas lebih dari tiga miliar nukleotida
di genom manusia. Namun, kedua kelompok ini menekankan kalau pencapaian
monumental ini dalam sudut pandang yang lebih luas hanyalah akhir dari balapan menuju garis start.
DNA
tentu saja merupakan makromolekul. Dan pemahaman kategori penting
senyawa kimia ini di prakondisikan oleh peristiwa-peristiwa barusan.
Pati, selulosa, protein, dan karet adalah contoh makromolekul lainnya,
atau polimer yang sangat besar. Kata polimer (berarti bagian
ganda) diberikan oleh Berzelius tahun 1830, namun pada abad ke-19 hanya
diterapkan pada kasus khusus seperti etilen (C2H4) versus butilen (C4H8).
Hanya di tahun 1920an kimiawan Jerman, Hermann Staudinger, menekankan
dengan pasti kalau karet dan karbohidrat kompleks tersebut adalah
molekul raksasa. Ia memberi nama makromolekul, dengan melihat
polimer sebagai satuan-satuan yang serupa dihubungkan kepala ke ekor
oleh ratusan bagian dan diikat dengan ikatan kimia biasa.
Karya
empiris pada polimer telah lama dilakukan sebelum kontribusi
Staudinger. Nitroselulosa dipakai dalam produksi bubuk mesiu tanpa bau,
dan campuran nitroselulosa dengan senyawa organik lainnya membawa pada
penggunaan komersial pertama: collodion, xylonite dan seluloid. Seluloid
sendiri adalah jenis plastik paling awal. Plastik sintetik total
pertama dipatenkan oleh Leo Baekeland tahun 1909 dan dinamakan Bakelit.
Banyak jenis plastik baru muncul tahun 1920an, 30an dan 40an, termasuk
versi polimerisasi dari asam akrilik (sejenis asam karboksilat), vinil
klorida, stiren, etilen dan banyak lagi. Nilon penemuan Wallace Carother
menarik banyak perhatian di masa Perang Dunia II berlangsung. Usaha
besar juga diberikan pada pengembangan pengganti karet yang saat itu
merupakan sumber daya alam yang langka karena pasokan yang kecil saat
Perang berlangsung. Pada masa Perang Dunia I, para Kimiawan Jerman
memiliki bahan pengganti, walaupun jauh dari memuaskan. Pengganti karet
pertama yang sangat memuaskan dihasilkan awal 1930an dan menjadi sangat
penting di masa Perang Dunia II.
Selama
masa antar perang, peran Jerman sebagai pemimpin perkembangan kimia
bergeser. Hal ini terutama akibat perang 1914-18 yang membuat negara
sekutu mulai berhati-hati dalam membangun kerja sama untuk mencegah
ketergantungan mereka pada industri kimia Jerman. Pewarna, obat, pupuk,
bahan peledak, fotokimia, kimia makanan (seperti bahan kimia untuk
penyedap makanan, pewarna makanan dan pengawetan makanan), kimia berat,
dan material strategis dari aneka jenis dipasok secara internasional
sebelum perang sebagian besar oleh perusahaan kimia jerman, dan, saat
pasokan bahan vital ini terpotong tahun 1914, negara sekutu harus
berusaha mencari penggantinya. Salah satu contoh mengesankan adalah
kemunculan gas klorin dan racun lainnya, di awali tahun 1915, sebagai
senjata kimia. Setelah perang selesai, kimia dipelajari dengan penuh
semangat di Inggris, Perancis dan Amerika Serikat, dan tahun-tahun antar
perang menjadi tahun dimana Amerika Serikat bangkit menjadi kekuatan
dunia dalam sains, terutama kimia.
Semua
ini menjelaskan mengapa Perang Dunia I sering disebut Perang kimiawan,
sementara Perang Dunia II disebut perang fisikawan, karena penggunaan
radar dan senjata nuklir. Namun kimia adalah partner baik fisika dalam
pengembangan sains dan teknologi nuklir. Sintesis unsur transuranium
(nomer atom lebih besar dari 92) adalah konsekuensi langsung dari
penelitian yang membawa pada Proyek Manhattan dalam Perang Dunia II. Ini
semua adalah kejayaan dekan kimiawan Nuklir Amerika, Glenn Seaborg,
penemu ataupun anggota tim penemu dari 10 unsur transuranium. Tahun
1997, unsur 106 diberi nama seaborgium untuk menghormatinya.
Referensi
1. Donald A. McQuarrie and Peter A. Rock, General Chemistry, 3rd ed. (1991)
2. William R. Stine, Terese M. Wignot, and Edward B. Stockham, Applied Chemistry, 3rd ed. (1994)
3. Lionel Salem, Marvels of the Molecule (1987)
4. Aaron J. Ihde, The Development of Modern Chemistry (1984)
5. chemistry. (2010). In Encyclopædia Britannica. Retrieved June 20, 2010, from Encyclopædia Britannica Online: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/108987/chemistry
NB: ini saya ambil dari http://www.faktailmiah.com/2010/09/15/biokimia-polimer-dan-teknologi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar